Minggu, Juni 06, 2010

Awal Penciptaan

Bismillahirrohmanirrohiim… Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barokaatuh. Segala puji bagi Allah, shalawat, serta salam semoga dilimpakan kepada Rasulullah, keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Semoga Allah Memberikan Taufik Awal penciptaan, sebuah masa sebelum Adam sendiri diciptakan, adalah tema yang menggetarkan hati. Semoga Allah memberikan Taufik-Nya kepada kita dalam memahami tema ini. Semoga Allah membukakan pintu ilmu-Nya dan memberikan limpahan karunia-Nya. Semoga Allah memberikan taufik kepada Anda semua hingga dapat menerima penjelasan ini dengan hati yang suci dan jernih. Amin. Kisah tentang awal jagad raya memanggil setiap hati yang keras dan kasar untuk kemudian luluh dan dapat mendengar, insya Allah. Namun, itu semua dapat terjadi dengan satu syarat: kita dapat menerimanya dengan baik. Marilah kita bersama-sama membahas kondisi jagad raya sebelum adanya makhluk yang tercipta, sebelum adanya para nabi, sebelum hadirnya Adam, sebelum adanya langit dan bumi. Mari kita mulai! Hanya Allah Apa yang ada sebelum Adam, sebelum malaikat, sebelum jin, sebelum para nabi, sebelum ada langit dan bumi, sebelum ada awan, seblum ada pasir, sebelum ada laut, dan seterusnya, dan seterusnya? Apa yang ada sebelum semuanya ada? Satu jawaban yang dapat terucap dari semua mulut dengan suara yang bulat: “Hanya Allah yang ada”. Inilah keyakinan yang harus tertanam di dalam hati. Kalimat inilah yang akan menguatkan keyakinan anda sehingga anda dapat merasakan kekuasaan dan keagungan Allah. Lihatlah dirimu, wahai orang yang memiliki banyka kekurangan dan lemah, wahai orang yang tidak memiliki daya dan kekuatan. Sungguh, “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya ” Al-An,am [6]: 91). Wahai saudaraku tercinta! Apakah yang tidak ada sama sekali sesuatu yang berbekas dihati anda? Allah berfirman, “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy, Dia mengetahui apa yang mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dar5i langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersana kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid [57]: 4) Apabila bacaan anda terhadap ayat ini dipenuhi dengan pemahaman dan penghayatan akan makna yang terkandung di dalamnya, maka anda akan menarik nafas dalam-dalam seraya berucap “ La ilaha illallah” --- ucapan yang lahir secara spontan dari lubuk hati anda. Penghayatan semacam ini tidaklah terjadi pada sendiri dalam berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Akhir kata dari pembahasan tentang ‘awal penciptaan’ terangkum dalam kalimat berikut, “Hanya Allah yang ada sebelum semua ada. Segala sesuatu yang ada dan terjadi semata-mata berkat keagungan Allah”. Semoga anda dapat memegang prinsip ini. Segala hal yang anda lihat di sekeliling, baik itu berupa manusia, alam semesta, matahari, bulan, dan teknologi canggih sekali pun, yakinilah bahwa semua itu pada mulanya tiada! Sungguh, hanya Allah yang ada. Di Manakah Rabb Kita? Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya, dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya, bahwa seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi, “Di manakah Tuhan kita sebelum langit dan bumi tercipta?” Nabi menjawab, “Allah berada di awan dan tidak ada suatu apa pun bersama-Nya.” Itulah hakikat yang agung. Kita semua ada karena di- “ada”- kan. Sungguh salah orang yang menganggap bahwa manusia adalah ‘asal’. Kita hanya penghuni yang baru saja mendiami bumi ini. Tentu saja semua tahu bahwa penghuni bukanlah pemilik. Karena itu, kita semua sangat membutuhkan raja para pemilik, yaitu Allah. Lalu apa maksud kata “awan” dalam jawaban Nabi kepada sahabat tadi? Maksudnya adalah sebuah kondisi yang tidak dapat di tangkap,digambarkan, atau dibayangkan oleh akal. Allah hanya sendiri tanpa ada sesuatu yang lain. Sungguh kasihan engkau, wahai akal! Bagaimana mungkin engkau bisa menangkap maksud “Allah hanya sendiri”? Sungguh, itu merupakan sebuah maksud yang tidak dapat di tangkap oleh segala jenis akal dan pikiran. Mungkinkah sebuah gelas menampung air samudera? Tentu tidak mungkin. Allah benar-benar tidak dapat di kiaskan. Yang Pertama. . . Imran Ibnu Hushain, memberitkan bahwa serombongan orang dari Yaman menghadap Rasulullah dan menyampaikan pertanyaan, “Wahai Rasulullah, kami datang untuk menimba ilmu agama. Izinkanlah kami bertanya kepadamu tentang awal dari segala sesuatu di alam raya ini.” Rasulullah menjawab, “Allah telah ada sebelum selain-Nya ada. Allah telah ada sebelum semuanya ada.” Wahai saudaraku tercinta! Hayatilah hadist ini dan hadist sebelumnya! Ingatlah selalu bahwa “hanya Allah sendiri”! tanamkanlah dalam perasaan dan pikiranmu! Tengoklah ke belakang lebih jauh, cobalah dan hayatilah! Lalu bacalah ayat berikut dengan sepenuh hati: “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat di sebut?” (Al-Insan [76]: 1) Dapatkah anda memahami apa yang saya maksudkan dengan meresapi dan menghayati? Kita semua, umat manusia, ketika berpikir tentang sesuatu, hanya menggunakan kacamata filsafat saja. Namun, ketika berurusan dengan aplikasi dan praktik, tiba-tiba kita menjadi lupa. Bisakah kita mengingat sebuah masa ketika diri kita menjadi lupa, sebelum menjadi sesuatu yang layak di sebut? Allahlah yang kemudian mewujudkan kita. Bersyukurlah atas nikmat ini, nikmat wujud! Bagaimana mungkin kita dapat menyombongkan diri kepada Allah yang telah mewujudkan kita? Ketika anda tidak melakukan ruku dan sujud, tidakkah anda merasa bahwa hal itu merupakan sebentuk kesombongan kepada Sang Pencipta? Kebenaran yang Harus tertanam Allah berfirman, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit di gulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (Az-Zumar [39]: 67) Dan ayat lain juga disebutkan: “(Yaitu) pada hari ketika kami menggulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al-Anbiya’ [21]: 104) Perhatikan ilustrasi berikut. Jika seorang bayi diletakkan duduk di samping seekor singa, apa yang kira-kira akan dilakukan bayi tersebut? Tentu dia akan bermain dengan singa atau barangkali akan memasukkan tanannya ke mulut singa itu. Dia tidak akan merasa takut karena dia tidak mengetahui apa itu singa serta tidak tahu apa yang mungkin dilakukan olehnya. Karena ketidaktahuannya itu, dia tidak memperlakukan singa sebagaimana mestinya. Sungguh, Allah tidak akan diumpamakan dengan apa pun. “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan peragungan yang semestinya” (az-Zumar[39]: 67). Berbeda dengan bayi tadi, orang yang berakal pasti mengetahui kekuatan dan kemampuan singa. Kira-kira, kapankah kita akan sampai pada derajat kejantanan berpikir? Bukan hanya kejantanan gender. Kita semua tahu bahwa setiap jantan adalah lelaki. Namun tidak semua lelaki itu jantan. Saudaraku tercinta! Tidak semua kebenaran dapat tertanam meski sering diulang di lisan. Mengimaninya sepenuh hati dan mewujudkannya dengan amal yang benar, hanya dengan dua hal itulah kebenaran bisa diresapi. Dan Mimbar Pun Bergetar. . . Abdullah Ibnu Umar menceritakan bahwa suatu hari, dia melihat Rasulullah naik mimbar dan berseru dengan suara lantang sambil membaca ayat: “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan peragungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit di gulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (az-Zumar[39]: 67) Lalu, dengan suara yang semakin lantang dan tangan yang menunjuk-nunjuk, Nabi bersabda: “Allah memuji diri-Nya sendiri; Aku adalah Maha Raja, Aku adalah Maha Perkasa, Aku adalah Maha Kuat, Aku adalah Maha Kuasa, Aku adalah Maha Penyusun segala, Aku adalah yang Maha Awal, Aku adalah Maha Akhir.” Nabi masih terus menyebut nama-nama Allah. Kemudian Ibnu Umar melihat mimbar itu bergetar karena suara Rasulullah tadi. sebuah mimbar yang terbuat dari kayu dapat bergetar karena mendengar keagungan Allah. Ia sungguh dapat bergetar dan bergerak. Anehnya, hati manusia masih saja tidak bergerak dan hanya membaca. Benda mati dapat bergerak, mengapa hati justru tidak? Apa yang terjadi pada dirimu, wahai hati kaum muslimin? Berapa banyak penghalang dan sekat yang melintang sehingga sebuah sentuhan hakiki tidak dapat mengetuk pintu hatimu. Kira-kira, apa sebabnya? Apakah yang menyebabkan benda mati justru lebih mudah tersentuh daripada hati yang dahulu kala mamapu meneteskan air mata ketika mendengar kata “Allah” ditengah sunyi? Hati yang ada saat ini adalah hati yang banyak berbuat maksiat dengan durhaka kepada orang tua, melepas jilbab, dan lalai dalam shalat. Wahai hati kaum muslimin! Jika sebuah mimbar dapat bergetar, bukankah sekarang giliran kalian? Awal dan Akhir Demikian awal alam semesta. Hanya Allah saja dan tidak ada sesuatu apapun bersama-Nya. Kira-kira, bagaimana nanti akhirnya? Sebelum berbicara tentang hal ini, kita lihat dahulu kondisi dan hal-hal yang menjadi urusan kita. Kita adalah makhluk yang mengemban misi untuk membangun bumi. Mengisi alam raya dengan aktivitas, gerakan, dan ilmu. Sebagian dari kita menganggap bumi ini laksana small village ‘kampung kecil’. Memang demikianlah adanya, sehingga manusia menyangka bahwa dia telah berhasil menundukkan bumi dan menguasainya. Disinilah peristiwa terakhir akan datang dari sang pemilik jagat raya, yaitu Allah, “Dan di tiuplah sangkakala. Maka matilah siapa yang dilangit dan di bumi ” (az-Zumar [39]: 68) Betapa lemahnya engkau, wahai manusia! Engkau menyangka bahwa segala sesuatu ada ditanganmu dan engkau mengira dirimu pemilik segala sesuatu. Namun apa yang engkau miliki laksana fatamorgana. Lupakah engkau? Bukankah telah kita katakan bahwa dirimu hanyalah penghuni dan penyewa? Bangunlah! Sesungguhnya engkau bukan pemilik. Hanya Dia, Sang Pemilik, yang menentukan berapa lama engkau akan tinggal di dunia. Maha Suci Allah! Sungguh, alam semesta ini bermula ketika Allah meniupkan ruh kepada Adam dan akan berakhir pula dengan ditiupnya sangkakala. Dunia bermula dari sebuah tiupan dan akan berakhir pula dengan sebuah tiupan.kehidupan ini sungguh sepele dan tidak sepadan dengan sayap nyamuk sekalipun. Iangatlah Dia yang ada sebelum semuanya ada! Siapakah yang memiliki kekuasaan? Siapakah yang Maha Awal dan Maha Akhir? Siapakah yang menghidupkan dan mematikan? Siapakah yang membuatmu ada dan siapakah yang menghidupkanmu kembali? Kemudian ingatlah! Ingat, siapakah anda sebenarnya? Pertanyaan yang Menggetarkan Pertanyaan yang Menggetarkan Pada akhirnya, setiap makhluk yang ada di langit dan bumi akan tersambar oleh tiupan sangkakala. Kira-kira, seperti apa sambaran itu? Semuanya akan terkena tanpa terkecuali. Hewan-hewan berkaki empat, burung-burung, ikan-ikan, manusia, jin, dan malaikat sekalipun, semua akan mati kecuali yang dikehendaki Allah. Allah akan memanggil, “Wahai malaikat pencabut nyawa! Siapakah yang masih hidup?” Ingatlah dirimu setelah datangnya pertanyaan tadi, wahai orang muslim . . .! Malaikat pencabut nyawa menjawab, “Semua telah mati kecuali Israfil, Mikail, Jibril, dan hamba-Mu ini, malaikat pencabut nyawa.” Allah memberi perintah kepada malaikat pencabut nyawa, “ Cabutlah nyawa Israfil!” Maka dicabutlah nyawa Israfil. Allah kembali bertanya, “Siapakah yang masih tersisa, wahai malaikat pencabut nyawa?” “Semua telah mati kecuali Mikail, Jibril, dan hamba-Mu ini.” Allah memerintahkan malaikat pencabut nyawa, “Cabutlah nyawa Mikail!” Dan dicabutlah nyawa Mikail. Ingatlah dosa-dosamu, kesesatanmu, kelupaanmu, dan maksiat-maksiatmu. . . ! Allah bertanya lagi, “Siapakah yang masih tersisa, wahai malaikat pencabut nyawa?” “Semua telah mati kecuali Jibril dan hamba-Mu ini.” Maka Allah memerintahkan kepada malaikat pencabut nyawa, “ Cabutlah nyawa Jibril!” Dan dicabutlah nyawa Jibril. Kembali Allah bertanya, “Siapakah yang masih tersisa, wahai malaikat pencabut nyawa?” “Semua telah mati kecuali hamba-Mu ini.” Maka Allah memerintahkan, “Cabutlah nyawamu sendiri .” Malaikat pencabut nyawa pun mencabut nyawanya sendiri. Kemudian Allah menyerukan sesuatu. Dengarkanlah, wahai orang yang lemah, orang yang lalai, orang yang sesat, dan orang yang berbuat maksiat! Hendaklah masing-masing bersedia untuk mendengarkan hatinya yang merdeka. Merdeka dari segala hawa nafsu yang telah menguasainya selama bertahun-tahun. Inilah seruan Allah itu, “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” (al-Mu’min [40]: 16). Tidak seorangpun menjawab. Tidak ada seorang pun yang tersisa! Maka Allah menjawab pertanyaan-Nya tadi,” Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan ” (al-Mu’min [40]: 16). Dimanakah para raja? Di manakah orang-orang yang perkasa? Di manakah para Kisra? Dalam sabda Nabi disebutkan bahwa Allah berfirman, “Pada hari ini, kekuasaan hanyalah milik Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan selama empat puluh .” Kira-kira, apa yang dimaksud dengan bilangan 40 dalam hadist tadi? Hari, Bulan, ataukah Tahun> waktu tidak lagi terhitung karena hari itu, waktu telah mati. “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” (al-Mu’min [40]: 16) adalah pertanyaan yang menggetarkan hati siapa pun. Goyah dan tunduklah semua makhluk kepada Allah Yan Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Dengan penuh pasrah, lisan pun berucap, “Siapakah tuhan selain Engkau, ya Allah?” Sungguh, itulah guncangan yang seharusnya dapat menggetarkan hati dan segenap anggota tubuh yang lain. Saya yakin bahwa getaran itu akan dapat menghalau bala tentara kelalaian. Siapakah Engkau, Wahai Makhluk yang Serba Kekurangan? Kita telah tahu bagaimana awal kejadian alam ini dan bagaimana pula nanti ia akan berakhir. Kita juga tahu bahwa hanya Allah yang ada sebelum semuanya ada,. Begitu pula pada akhirnya nanti, hanya Allah yang ada setelah semuanya tidak ada. Tentu sekarang kita tahu apa arti sifat Maha Awal dan Maha Akhir yang dimiliki Allah. Allah berfirman: “Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (Menyatakan kebesaran Allah) Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hadid [57]: 2) Simaklah doa Nabi Berikut: “Ya Allah, Tuhan pencipta langit dan bumi, Rabb kami dan Tuhan segala sesuatu. Ya Allah, Engkau adalah Dzat Yang Maha Awal; tidak ada sesuatupun yang mendahului-Mu. Engkaulah Yang Maha Akhir, tidak ada sesuatu pun yang wujud setelah Engkau. Engkaulah yang Zhahir; tidak ada yang melebihi-Mu. Engkaulah yang Bathin, tidak ada yang lebih tersembunyi daripada Engkau.” Untaian kata-kata itu memanggil anda untuk menanamkan benih akidah di relung hati sehingga anda dapat memetik buah yang paling baik dari pohon keimanan. Ya, seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, tujuan dari membaca kisah-kisah nabi adalah menanam akidah dan menguatkannya. Bagaimana mungkin akidah anda tidak kokoh setelah mengetahui bahwa Allah adalah Dzat Maha Awal dan tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Nya.; Maha Akhir dan tidak ada sesuatu apa pun yang wujud sesudah-Nya? Allah pencipta semesta langit dan bumi. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah adalah al-Mubdi’ ‘Yang membuat segala sesuatu bermula’ dan al-Mu’id ‘Yang Maha Menghidupkan kembali’. Allah berfirman: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah ”. (Al-‘Ankabut [29]: 19) ketika akal berpikir dan mencari tahu kadar kekuatan seseorang makhluk yang lemah dan serba kekurangan yang bernama manusia ini, akal menemukan bahwa manusia itu ‘bukan apa-apa’, tidak mampu bergerak sendiri karena dia hanya “digerakkan”. Meski demikian, akal dan kebebasan dianugerahkan agar manusia dapat memilih sendiri jalan hidupnya di dunia, agar dia bisa berbuat apa saja setelah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Wahai manusia! Apa arti dirimu dibandingkan Raja? Di Manakah Akal Pikiranmu? Allah berfirman: “ Apakah mereka tercipta tanpa asal usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada pembendaharaan Tuhanmu, ataukah mereka yang berkuasa?” (ath-Thur [52]: 35-37). Ayat ini begitu menyentuh perasaan. Andai ia dapat berbicara, ia pasti akan bilang dangan lantang, “julianDimanakah akalmu, wahai manusia? Mengapa engkau mengabaikan Penciptamu? Mengapa hatimu seakan membeku?” Renungkanlah hal itu! Resapilah pertanyaan Allah, “Ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” (ath-Thur [52]: 35) dan, “ Ataukah mereka yang berkuasa?” (ath-Thur [52]: 37). Itulah tadi kata-kata yang kiranya dapat menyentuh anda, membuat anda meresapi betapa diri anda sangat lemah di hadapan Dzat yang Maha Kuat, membuat anda merasa rendah diri di hadapan Dzat yang Maha Perkasa, membuat anda merasa fakir di depan Dzat yang Maha kaya. Agar anda dapat merasakan makna-makna itu semua, ingatlah selalu, “hanya Allah yang telah dan selalu ada.” Awal Penciptaan (Bag. 3) Menghapus Segala Jenis Dosa Apa yang telah kami sampaikan sebelum ini hanyalah langkah awal untuk menyentuh perasaan, melembutkan hati dan memberikan peringatan bagi kita akan kelemahan kita sebagai manusia di hadapan Sang pencipta yang Agung. Adakah di antara sekalian yang memiliki pendapat lain? Para pemuda yang tidak mempunyai perhatian selain menuruti hawa nafsunya untuk menggandeng bersama gadis-gadis, para pemabuk, pecandu narkotika, dan sebagainya, sungguh sangat membutuhkan perhatian kita sehingga mereka mampu mengubah jalan hidup mereka. Kepada mereka, saya katakan dengan lantang, “Wahai para kekasih! Kalian sebenarnya dapat menghapus semua dosa yang telah kalian perbuat. Yang perlu kalian lakukan adalah mengisi hati kalian dengan cinta kepada Allah. Sungguh, demi Allah, cinta kepada-Nya adalah cahaya sekaligus api – cahaya yang dapat menerangi jalan seorang manusia sekaligus api yang bisa membakar setan dan dosa.” Marilah kita bersama-sama mencintai Allah agar hati kita dapat lapang dan bebas dari belenggu kemaksiatan. Dengan cinta kepada Allah, anda akan mendapatkan pertolongan-Nya meskipun anda getol berbuat maksiat. Ayolah! Ibnul Qayyim pernah berkata, “Pintu yang paling agung untuk menghadap Allah adalah merasa fakir dan rendah dihadapan-Nya. Beribadah dengan merasa fakir dan rendah adalah ibadah yang paling nikmat untuk menghadap Allah. Lihatlah bagaimana Nabi sendiri berdoa: “Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu. Dan keturunan dari umat-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu, ketentuan-Mu berlaku terhadapku, dan ketetapan-Mu adil kepada-Ku .” Apakah hati yang putus hubungan dengan Allah dapat mengatakan demikian? Demi Allah, ketika hati penuh dengan rasa cinta kepada-Nya, anda akan merasakan kefanaan, menolak egoisme, tegak dalam beribadah, dan merasakan sentuhan ruhani yang tulus. Anda pun akan dapat bertawakal dalam pengertian yang sebenarnya. Hati itu seperti bejana yang bening. Dan setiap bejana yang bening selalu menampakkan dengan jelas apa yang ada didalamnya. Gambaran yang penuh Makna Lihatlah bagaimana Rasulullah menggambarkan malaikat Jibril dalam peristiwa isra’ dan mi’raj, “Aku menyaksikan Jibril, pada saat isra’ dan mi’raj, bagai pakaian yang compang-camping karena ketakutannya kepada Allah.” Pakaian yang compang-camping adalah sehelai kain yang telah koyak di sana-sini. Lihatlah bagaimana Rasulullah menggambarkan malaikat Jibril ketika dilihatnya malaikat yang satu ini begitu tenang, tunduk, dan khusyu dalam beribadah. Padahal anda tahu, Jibril adalah malaikat yang sangat istimewa. Dialah yang mendapat gelar ar-Ruh al-Amin ‘Ruh/malaikat yang dapat dipercaya’. Apa yang dilakukan malaikat Jibril itu memperlihatkan kepada kita betapa agung posisi Allah baginya. Tidakkah kamu mampu meresapi makna yang terkandung dalam peristiwa ini? Dari sikap yang diperlihatkannya, kita dapat mengambil contoh bagaimana malaikat Jibril merasakan keagungan Allah. Dengan perasaan itu, Jibril tunduk dan merasa rendah diri di hadapan Tuhannya yang Maha Agung. Kita Tidak Diciptakan Kecuali untuk Beribadah Kita diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku .” (Adz-Dzariyat [51]: 56) Jadi, kita diciptakan untuk mengetahui Allah. Itulah rahasia wujud kita di dunia. Kita diciptakan Allah agar dapat mencintai-Nya. Jika seseorang menganggap bahwa manusia diciptakan sekadar untuk makan, minum, menikah, dan melahirkan, maka dia melakukan kesalahan yang besar. Allah memberikan kemuliaan kepada manusia berupa akal. Setelah diberi akal, akankah kita rela turun derajat seperti hewan? Jika demikian, apa bedanya manusia dan hewan? Hewan saja bertasbih seperti manusia. Ia juga makan, minum, melahirkan, dan mati. Allah berfirman: “Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (Al-Isra’ [17]: 44) Al-Jailani Memberikan Petunjuk Jalan Abdul Qadir al-Jailani bercerita, “Say telah memasuki pintu-pintu untuk menghadap Allah. Di setiap pintu yang aku masuki, kulihat banyakorang berbondong-bondong masuk kesana. Pintu shalat, misalnya, dimasuki oleh beribu-ribu orng. Begitu juga pintu puasa; beribu-ribu orang masuk kesana. Namun ketika aku masuk pintu rendh diri kepada Allah, ternyata pintu itu lengang. Akhirnya, aku pun masuk pintu tersebut dan kuajak manusia untuk masuk melaluinya.” Al-Jailani telah memasuki segala pintu menuju keridhaan Allah. Namun ketika dia menemukan semua pintu telah penuh, dia berpindah ke pintu kerendah dirian. Kira-kira, pintu manakah yang telah kita masuki? Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu laksana orang miskin yang meminta. Aku meratap kepada-Mu laksana orang yang lemah yang meratap. Aku mengerang kepada-Mu laksana orang yang mengerang. Aku meminta kepada-Mu sebagai orang yang berlumur dosa memohon ampunan-Mu, sebagai orang yang miskin daya upaya, sebagai orang yang dirundung petaka. Ya Rabb, Engkau adalah Dzat yang Maha Kaya dan aku adalah hamab yang yang fakir. Engkau adalah Dzat yang Maha Perkasa dan aku adalah hamab yang yang hina. Ya Rabb, hamba-hamba-Mu selain aku sungguhlah banyak. Sedangkan aku tidak memiliki tuhan lain kecuali Engkau. Dipersembahkan Untuk Jiwa Yang Ambisius Yang pertama kali diciptakan oleh Allah – semoga kita dapat menyaksikannya di surga – adalah singgasana-Nya. Ketika serombongan kafilah datang menghadap Nabi dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah awal dari semua ini?” Nabi menjawab, “Allah telah ada sebelum selain-Nya ada dan singgasana-Nya ada di atas air .” Banyak orang yang rindu untuk melihat singgasana Allah. Berbahagialah orang yang mendapatkan kesempatan di awal. Kita semua tahu kisah Ukasyah yang suatu hari berda di hadapan Nabi bersama para sahabat. Saat itu, Rasulullah sedang berbicara dan menyampaikan nasihat kepada mereka, “Sungguh, ada orang-orang yang akan masuk surga tanpa dihisab.” Tiba-tiba Ukasyah meminta, “Wahai Rasulullah, sudikah engkau berdoa agar aku termasuk golongan mereka?” Rasulullah menjawab, “Semoga engkau termasuk golongan mereka, wahai Ukasyah.” Mendengar hal itu, salah seorang sahabat juga meminta kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, sudikah engkau berdoa agar aku juga termasuk golongan mereka?” Rasulullah menjawab, “Ukasyah telah mendahuluimu.” Oleh karena itu, jika anda sama-sama mendambakan kebaikan, maka berlomba-lombalah! Nabi juga bersabda: “Jika kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah al-Firdaus al-A’la ‘surga Firdaus yang paling tinggi’. Firdaus terletak di tengah-tengah surga dan merupakan surga yang paling tinggi. Dari Firdaus itulah sungai-sungai surga mengalir. Surga itu sendiri mempunyai atap berupa singgasana Allah.” Demikianlah jiwa-jiwa ambisius yang selalu menginginkan derajat paling tinggi. Benarlah seorang penyair yang bersenandung: Siapa yang tidak ingin naik mendaki gunung Niscaya dia akan hidup dalam lubang galian selamanya Sementara itu, jiwa-jiwa yang terbelenggu oleh makanan, minuman, dan hawa nafsu tidak akan pernah mendapatkan tempat di tengah jiwa-jiwa agung yang berharap untuk dapat bersanding dengan Rasulullahu di surga. Mereka Tidak Mengetahui Kebesaran Allah Nabi Muhammad bersabda: “Bila dibandingkan dengan langit kedua, langit pertama hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan langit ketiga, langit kedua hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan langit ke empat, langit ke tiga hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan langit ke lima, langit ke empat hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan langit ke enam, langit ke lima hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara, bila dibandingkan dengan langit ke tujuh, langit ke enam hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan kursi, langit ke tujuh hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan Singgasana Allah, kursi hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara. Bila di bandingkan dengan telapak tangan Allah, Singgasana hanyalah ibarat sebutir pasir di gurun sahara.” Kita tidak akan menakwil atau menyerupakan atau melukiskan. Kita hanya ingn menyampaikan bahwa, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya” (asy-Syura [42]: 11). Berpikirlah, wahai saudaraku terkasih, tentang hadist ini dengan baik. Rasakanlah keagungan dan kekuatan Allah ketika anda tegak berdiri di hadapan-Nya, niscaya langit dan bumi akan bersanding untuk anda. Catatlah Ilmu-Ku atas Segala Apa yang Dilakukan Makhluk-Ku! Dengang menggunakan ayat-ayat dan hadist-hadist tersebut, saya ingin mencoba mambangunkan anda dari tidur lelap yang telah menjelma menjadi opium. Anda membutuhkan penggerak tubuh yang kuat untuk dapat terbangun dari tidur nyenyak. Saya melihat bahwa yang dapat melakukannya hanyalah hati yang tersentuh oleh kekuasaan Tuhan. Mari kiota tanamkan sentuhan itu dalam hati kita! Hal kedua yang diciptakan Allah setelah singgasana-Nya adalah pena takdir. Rasulullah bersabda: “Allah telah mencatat takdir semua makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi tercipta.” Kemudian Rasulullah menambahkan, “Dan singgasana-Nya berada di atas air .” Jadi, yang pertama kali diciptakan Allah adalah Singgasana, kemudian Pena Takdir. Nabi bersabda, “Allah menciptakan Pena dan memberinya perintah, “Catatlah!” Maka Pena pun mencatat semua yang terjadi sejak saat itu sampai hari kiamat nanti.” Hadist ini di riwayatklan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad. Dalam hadist lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada Pena, “Catatlah bahwa aku tahu semua makhluk-Ku sampai hari kiamat .” Pertanyaan yang Selalu Muncul Pasti muncul pertanyaan di benak kita ketika membaca hadist tentang Pena Allah yang telah mencatat segala hal sejak awal penciptaan hingga hari kiamat nanti.pertanyaan ini sangat terkenal, telah di lontarkan di masa lalu dan tampaknya akan selalu muncul di masa kini dan masa yang akan datang. “Manusia itu mempunyai kebebasan ataukah tidak? Jika Pena takdir telah menulis semua apa yang akan kita perbuat, mengapa kita masih melakukan aiktivitas? Kita beraktivitas dan lelah karenannya; mengapa pada akhirnya amal perbuatan kita akan juga diperhitungkan? Bukankah semua itu telah di tulis oleh Allah?” Pertanyaan-pertanyaan tadi adalah bias dari sebuah keraguan buta yang berasal dari kelihaian setan dalam menggoda manusia. Keraguan tadi hanya membawa anda menuju kehampaan akidah. Akibatnya, anda terdorong untuk masuk ke dalam perdebatan, diskusi, dan perbincangan kosong yang tidak berkesudahan. Andai saja hal itu bermanfaat! Tidak Akan Keluar Dari Mulut Mereka . . . Izinkan saya memberikan tiga catatan atas pertanyaan tadi: 1. Saya melihat suatu hal yang aneh, bahwa orang yang melontarkan pertanyaan tadi pada umumnya termasuk golongan orang yang sering berbuat maksiat, bukan orang yang taat. Apakah anda pernah menemukan orang taat yang melontarkan pertanyaan seperti tadi? Tentu tidak, karena orang yang taat kepada Allah, yang selalu mendekatkan diri kepada-nya, yang hatinya di penuhi cinta kepada-nya, tidak akan pernah menyibukkan diri dengan perdebatan kalam dan filsafat. Kadang-kadang, pertanyaan-pertanyaan tadi justru mendorong manusia untuk berbuat maksiat. Ia ibarat opium yang akan membuat sang pecandu menjadi tawanannya. Sedangkanorang-orang yang membawa cahaya petunjuk, yang memiliki hati suci dan ketaatan, justru menyibukkan diri dengan beraktivitas, bukan dengan berdebat dan bermalas-malasan. Pertanyaan-pertanyaan tadi sungguh tidak akan pernah keluar dari mulut orang yang taat. 2. sebagian orang menyanggah, “Bukankah hadist itu jelas menyamapaikan bahwa Allah telah memerintahkan kepada Pena Takdir untuk mencatat? Jadi bagaimana mungkin Allah menghisab kita padahal Allah juga yang telah “manakdirkan” kita untuk berbuat maksiat?” untuk menjelaskan poin ini, marilah kita perhatikan ilustrasi berikut: seorang ayah memberi uang sebesar Rp 10.000 kepada masing-masing ketiga anaknya. Ayah itu memerintahkan, “Gunakanlah uang itu semau kalian! Kalian memiliki kebebasan mutlak untuk membeli apa saja yang kalian mau.” Setelah ketiganya pergi, sang ayah mengambil buku dan mencatat bahwa anak pertama menginfakkan uangnya tadi untuk jihad fi sabilillah. Anak kedua yang kikir tidak menafkahkan serupiah pun dari uang miliknya. Sedangkan anak ketiga justru menggunakan uang tadi untuk melakukan perbuatan yang dimurkai Allah. Setelah kembali, ketiga anak tadi bercerita kepada ayah mereka tentang apa yang mereka lakukan masing-masing. Ternyata, mereka menceritakan perbuatan yang sama seperti apa yang telah dituliskan oleh sang ayah dalam bukunya. Subhanallah, sang ayah mengetahui dengan baik perbuatan anak-anaknya meski dia tidak memberikan pilihan kepada mereka tentang apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan. Sungguh, Allah adalah Dzat yang tidak dapat diperbandingkan dan diumpamakan dengan segala sesuatu. Dia adalah Tuhan yang menciptakan kita semua. Jadi, ketika Allah memerintahkan Pena Takdir untuk mencatat, maka hal itu semata-mata untuk mencatat ilmu Allah, bukan untuk mencatat paksaan. Kita telah diberi kebebasan untuk memilih, untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalaknnya. Memang benar, semua itu telah “tertulis” di Lauh Mahfuzh. Namun, adakah orang yang tahu apa yang telah “tertulis” di sana? Kita berada di dunia amal dan usaha. Kita diberi kebebasan untuk memilih. Dan, di sana ada dua pintu: pintu Allah dan pintu setan. 3. sebagian orang merasa tidak puas dengan dua alasan tersebut dan masih mencari jawaban yang meyakinkan untuk menghilangkan keraguan. Karena itu, saya akan menyodorkan sebuah pertanyaan dan saya harap mereka dapat menjawabnya dengan cepat. Pertanyaannya, “Apakah Allah itu adil ataukah zhalim?” ternyata mereka benar-benar menjawab dengan cepat, “Allah adalah Dzat yang Maha Adil dan tidak zhalim.” Jawaban itu mengajarkan bahwa anda tidak perlu khawatir, ragu, dan tidak tenang jika anda tahu bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Memberi keadilan. Lalu, siapakah yang menganggap bahwa manusia itu hanya “Dijalankan” dan ”dipaksa” untuk mengerjaklan sesuatu? Siapa pun yang mengatakan demikian tentu telah berlaku seakan-akan dia menganggap Allah itu zhalim. Poin yang ingin saya sampaikan berkaitan dengan pemahaman hadist, “Lalu Allah memberi perintah kepada Pena, “Catatlah!” Maka Pena pun mencatat semua apa yang ada di alam wujud ini sampai hari kiamat”, adalah bahwa kita perlu selalu mengingat ungkapan berikut ini, “Maha Suci Engkau, ya Allah. Kami tidak akan memiliki ilmu kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” Allah Maha Mengetahui apa pun yang tersembunyi di balik semua hati. Dia Maha mengetahui segala sesuatu. Tidakkah anda merasa dilihat oleh Allah? Tidakkah anda tahu bahwa segala gerak dan diam anda pun disaksikan oleh Allah? Mengapa anda justru dengan sengaja memandang sesuatu yang diharamkan oleh-Nya? Tidakkah anda merasa bahwa Allah Maha melihat? Dimanakah kesadaran anda ketika anda menyembunyikan perbuatan maksiat dari pandangan manusia dan justru tidak menghiraukan pandangan Allah? Apakah anda menganggap bahwa pandangan Allah adalah pandangan yang paling lemah? Allah berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada rahasia pembicaraan antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkah Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Mujadilah [58]: 7) Apa yang telah terjadi pada dirimu, wahai manusia? Lupakah anda bahwa anda mempunyai Rabb? Tidak ingatkah anda bahwa suatu saat nanti akan ada Hari Perhitungan?

Read More..